Kamis, 30 September 2010

Sejarah Penemuan Sepeda Motor

Sama seperti mobil pertama di dunia, sepeda motor pertama di dunia pun lahir di Jerman. Adalah Gottlieb Daimler dan mitranya, Wilhelm Maybach, dua pakar mesin empat langkah Jerman, yang menciptakan sepeda motor pertama di dunia.

Pada tahun 1885, Daimler memasangkan mesin empat langkah berukuran kecil pada sebuah sepeda kayu. Mesin diletakkan di tengah (di antara roda depan dan belakang) dan dihubungkan dengan rantai ke roda belakang.
Sepeda kayu bermesin itu diberi nama Reitwagen (riding car) dan merupakan sepeda motor pertama di dunia. Maybach mencoba Reitwagen sejauh 3 kilometer di sepanjang Sungai Neckar, dari Cannstatt ke Untertürkheim, dengan kecepatan 12 kilometer per jam.

Pada waktu itu, Reitwagen tidak dijual untuk umum. Pemasangan mesin pada sepeda kayu itu merupakan rangkaian dari percobaan yang dilakukan oleh Daimler dan Maybach, sebelum memasang mesin empat langkah pada kereta kuda, yang menjadi cikal bakal lahirnya mobil.

Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman. Sepeda motor ini tidak menggunakan rantai. Roda belakang digerakkan langsung oleh kruk as (crankshaft).

Sepeda motor inilah yang dimiliki oleh John C Potter, masinis pertama pabrik gula Oemboel, Probolinggo, Jawa Timur, tahun 1893. Ia memesan sendiri sepeda motor itu langsung ke pabriknya di Muenchen. John Potter tercatat sebagai orang pertama yang memiliki sepeda motor di Indonesia, yang pada waktu masih berada di bawah pendudukan Belanda, dan bernama Hindia Belanda (Nederlands Indie).
Sepeda motor pertama kali masuk ke Amerika Serikat pada tahun 1895 ketika seorang pemain sirkus asal Perancis membawanya ke New York. Disebut-sebut, pada tahun yang sama, seorang penemu Amerika Serikat, EJ Pennington, di Milwaukee, mendemonstrasikan sepeda motor yang didesain sendiri. Pennington menyebutkan, sepeda motor yang dia desain itu dapat dipacu dengan kecepatan 93 kilometer per jam, dan ia dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah motorcycle (sepeda motor).

Produsen terbesar

Tahun 1895, perusahaan pembuat sepeda Inggris, Triumph, memutuskan untuk juga membuat sepeda motor. Untuk itu, Triumph membeli sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller dan mempelajari bagaimana membuatnya. Empat tahun sesudahnya, 1902, perusahaan itu memproduksi sepeda motornya yang pertama, yang menggunakan mesin Minerva buatan Belgia. Pada tahun 1905, Triumph memproduksi sepeda motor secara utuh sendiri, yang menyandang mesin berkekuatan 3 PK dan kecepatan maksimumnya 72 kilometer per jam.

Tahun 1903, William S Harley dan sahabatnya, Arthur Davidson, memproduksi sepeda motor di Milwaukee, Amerika Serikat, dan menamakan sepeda motor itu Harley Davidson. Tahun 1904, perusahaan Amerika Serikat lain, Indian Motorcycle Manufacturing Company, yang berlokasi di Springfield, Massachusetts, muncul dengan sepeda motor Indian Single.

Sama seperti Triumph, tahun 1906, perusahaan Inggris lain, BSA, yang merupakan singkatan dari Birmingham Small Arms, memproduksi sepeda motor dengan menggunakan mesin Minerva, sebelum membuat mesin dengan kapasitas 350 cc, 500 cc, dan 595 cc sendiri.

Sampai Perang Dunia I (1914-1918), Indian Motorcycle Manufacturing Company merupakan pabrik sepeda motor dengan produksi yang terbesar di dunia. Setelah Perang Dunia I, posisinya diambil alih oleh Harley Davidson sampai tahun 1928, ketika posisinya diambil alih oleh DKW (Jerman). Indian Motorcycle Manufacturing Company tutup pada tahun 1953 dan merek Indian diambil alih oleh Royal Enfield.

Pada tahun 1921, sepeda motor BMW hadir dengan konfigurasi mesin 2 silinder horizontal berlawanan (boxer) yang ditempatkan dalam rumah mesin tunggal yang terbuat dari aluminium. BMW menggerakkan roda belakang dengan koppel (shaft drive).

Pada tahun 1930-an ada sekitar 80 merek sepeda motor di Inggris, di antaranya Norton, Triumph, AJS, dan merek-merek lainnya yang tidak begitu terkenal, seperti New Gerrard, NUT, SOS, Chell, dan Whitwood.

Perkembangan sepeda motor di Eropa, antara lain, juga dipicu oleh Perang Dunia II (1939-1945), di mana sepeda motor pun dibuat untuk keperluan militer. Dan, pada masa itu, BSA membuat 126.000 unit sepeda motor M20 untuk Angkatan Bersenjata Inggris.

Seusai Perang Dunia II, tahun 1946, desainer Italia, Piaggio, memperkenalkan skuter Vespa dan langsung menarik perhatian dunia. Pada tahun 1946 itu juga, perusahaan pembuat perlengkapan radio Italia, Ducati, membuat mesin 50 cc, Cucciolo, yang dipasangkan pada sepeda motor. Kapasitas Cucciolo pun kemudian diperbanyak, mulai dari 60, 65, 98, sampai 125 cc.

Pada tahun 1949, Honda memproduksi sepeda motor Dream atau Model D, yang menyandang mesin dua langkah dengan kapasitas 98 cc. Namun, suara mesin dua langkah yang berisik dan asap yang berbau tajam yang keluar dari knalpot membuat Honda mengembangkan mesin empat langkah. Tiga tahun kemudian, 1951, Honda memproduksi sepeda motor yang menyandang mesin empat langkah, Dream E, dengan kapasitas 146 cc.

Tahun 1951, BSA Group (Inggris) membeli Triumph Motorcycles dan menjadi produsen sepeda motor terbesar di dunia. Kedudukan BSA diambil alih oleh NSU (Jerman) tahun 1955. Namun, sejak tahun 1970-an hingga kini, Honda tercatat sebagai produsen sepeda motor terbesar di dunia.

Tahun 1952, Honda memproduksi sepeda motor bebek yang dikenal dengan nama cub. Sepeda motor jenis bebek ini sangat populer sehingga modelnya pun ditiru oleh perusahaan pembuat sepeda motor asal Jepang lainnya, seperti Kawasaki, Yamaha, dan Suzuki.

Pada tahun 1955, Suzuki memproduksi sepeda motor yang menyandang mesin berkapasitas 125 cc, empat langkah, dan 1 silinder. Namun, 10 tahun kemudian, Suzuki juga merambah ke mesin dua langkah, yang merupakan spesialisasinya.

Tahun 1955, Yamaha memproduksi YA-1, sepeda motor yang menyandang mesin dua langkah dengan kapasitas 125 cc. Pada tahun 1970, 15 tahun sesudahnya, diproduksi Yamaha XS-1 yang menyandang mesin empat langkah yang berkapasitas 650 cc, dalam konfigurasi V.

Kawasaki muncul agak belakangan. Kawasaki baru memproduksi sepeda motornya yang pertama, B8, pada tahun 1961. Sepeda motor keluaran Kawasaki itu menyandang mesin dua langkah dengan kapasitas 125 cc. Pada tahun 1973 atau 12 tahun sesudahnya, Kawasaki memproduksi Kawasaki Z1, yang menyandang mesin empat langkah dengan kapasitas 900 cc.

Sosok yang menarik, mesin yang andal dan mudah dirawat, serta harga yang bersaing membuat sepeda motor asal Jepang, yakni Honda, Suzuki, Yamaha, dan Kawasaki, sangat populer dan sampai kini mendominasi pasar sepeda motor dunia.

Namun, nama-nama Harley Davidson tetaplah merupakan sepeda motor yang populer, terutama di Amerika Serikat. Demikian juga dengan BMW, Triumph, dan Ducati.

Pada tahun 2006, perusahaan Belanda, EVA Products BV Holland, mengumumkan kehadiran sepeda motor bermesin diesel komersialnya yang pertama, Track T-800CDI. Sepeda motor itu menyandang mesin diesel 800 cc, 3 silinder, buatan Daimler. Bagaimanapun, perusahaan-perusahaan pembuat sepeda motor lain, termasuk Royal Enfield, juga memproduksi sepeda motor bermesin diesel, paling tidak sejak tahun 1965. (JL)

Sumber Kompas
Selengkapnya...

Selasa, 28 September 2010

Royal Enfield Bullet Classic C5 2010

Mendengar nama Royal Enfield Bullet Classic C5 2010 kita akan dibawa menyusuri perjalanan panjang sebuah motor bersejarah. Diwali dari tahun 1950-an ketika India mulai memesan Royal Enfield Bullets dari Inggris yang akan digunakan sebagai kendaraan polisi dan tentara karena mereka bekerja cukup baik bagi Inggris selama Perang Dunia II. Adalah Perusahaan Motor Inggris Enfield yang merupakan divisi dari Pabrik Royal Small Arms, sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi senjata hingga kemudian bercabang jadi manufaktur sepeda, mesin stasioner, mesin pemotong rumput dan akhirnya sepeda motor - hingga lahirlah perusahaan Royal Enfield pada tahun 1890.

Perusahaan Royal Enfield ini yang kemudian menelurkan beragam motor klasik bertenaga salah satunya si orisinil Bullets 1939. Motor ini merupakan cikal bakal Bullet Classic C5 2010. Ia diperkuat mesin silinder tunggal 350-an dan jadi salah satu sepeda motor pertama yang menerapkan suspensi swingarm (lengan ayun). Kokoh dan kuat adalah ciri yang ingin dipancarkan Bullet ketika berhasil menguji coba mesin dengan sangat baik. Ini tidak lama sebelum model 500cc diperkenalkan dan sepeda motor Inggris memenangkan banyak balapan dan menerima pengakuan internasiona
l, terutama dari militer India.

Selama lebih dari lima dekade Bullet buatan India berkembang perlahan dengan rata-rata motor terjual diatas 30.000 unit setiap tahun. Saat ini, Bullet Classic C5 2010 hadir dengan gaya khas, termasuk warisan Perusahaan Royal Small Arms berupa logo meriam kecil dan slogan "Made Like A Gun" dicap pada setiap sepeda motor. Bobot total motor inipun tak lebih dari 400 lbs, pusat gravitasi rendah dan tinggi jok 31,5 inchi membuat pengendalian kemudi motor jadi sangat mudah. Jangan repot-repot melihat ke bawah untuk kick starter karena sudah digantikan oleh tombol start listrik
. Dan menyongsong ketatnya permintaan pasar, motor ini sudah dieancang memenuhi persyaratan emisi yang lebih ketat dengan pengisian bahan bakar elektronik (fuel injection) adalah satu-satunya cara untuk membawa motor ini pergi.

Secara keseluruhan Royal Enfield Bullet Classic C5 2010 terlihat sangat mirip dengan versi tahun 1950-an. Termasuk diantaranya pijakan kaki agak tinggi yang membuat bantalan paha menempel pada tangki, fender penahan lumpur yang diperpanjang serta silencer knalpot yang lebih pendek. Jok tunggal dengan pegas ganda di bawahnya adalah satu suguhan kenyamanan lain.

Saringan udara dan tool kit juga s udah didesain rapi terintegrasi ke dalam rangka hingga tidak membatasi gerakan kaki. Menatap kontrol, Anda akan menemukan perangkat dasar seperti Throttle guna menjalankan saklar dan tombol start di sebelah kanan. Di tengahnya terdapat casing lampu sebagai rumah speedometer, odometer, indikator bahan bakar dan tentu saja headlamp. Clutch (tuas) kopling dan tombol klakson ada di sebelah kiri.

Urusan tenaga, motor ini dibekali mesin Air Cooled Silinder tunggal 4-langkah, OHV, SI. Dengan komposisi ini motor 499 cc dengan transmisi 5 percepatan mampu menyemburkan tenaga maksimum 27,2 bhp pada putaran mesin 5250 rpm. Sementara torsi sudah menyentuh 41.3 Nm pada putaran mesin 4000 rpm. Suspensi depan mengasup Telescopic 130mm plus Hydraulic Damping. Untuk bagian belakangnya menggunakan swing arm 80mm dengan gas shock absorbers. Untuk ban depan menggunakan ukuran 90/90-18 dan belakang 110/90-18. Sebagai pilihan sang produsen menyediakan motor ini dalam 3 warna yaitu merah, hitam, dan teal (biru-hijau medium).[mot/timABT]


Specifications:

Motorcycle: 2010 Royal Enfield Bullet Classic C5
Engine: Air Cooled Single Cylinder; 4-Stroke, OHV, SI Engine
Maximum Power: 27.2 bhp @ 5250 rpm
Maximum Torque: 41.3 Nm @ 4000 rpm
Front Tire: 90/90-18
Rear Tire: 110/90-18
Front Brake: 280mm Hydraulic Disc Brake
Rear Brake: 153mm Foot Operated Drum
Front Suspension: 130mm Telescopic, Hydraulic Damping
Rear Suspension: 80mm Swing Arm With Gas Shock Absorbers

from www.autoblackthrough.com
Selengkapnya...

Minggu, 26 September 2010

Sunbeam S7

Sunbeam merupakan merk sepeda motor yang mulai berproduksi pada tahun 1912, meskipun perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1859. John Marston, pemilik dari perusahaan ini pada awalnya hanya membuat panci dan wajan. Dari sanalah akhirnya produksinya mulai merambah ke produksi sepeda, sepeda motor dan mobil. Semua item yang dibuat oleh Sunbeam yang dikenal mempunyai kualitas pengerjaan yang sangat baik. Salah satu mesin awal yang dihasilkan oleh Sunbeams adalah mesin silinder tunggal, atau V JAP kembar dan kemudian juga muncul model King Abingdon Dick V silinder ( V twins ) dan Swiss silinder kembar ( MAG ). Sepanjang sejarah, Sunbeams ini telah teruji kehandalannya utamanya untuk balapan.

Pada tahun 1936 perusahaan ini dijual ke AJS. Mereka telah membeli Matchless beberapa tahun sebelumnya dan tiga perusahaan bersama ini ( Sunbeam, Matchless dan AJS ) dikenal sebagai Associated Motor Cycles, atau AMC. AMC berharap untuk mendapatkan beberapa model baru dengan akuisisi Sunbeam ini. Model-model baru keluar hanya beberapa bulan ketika Perang Dunia II mulai dan setelah itu semua produksi AMC beralih ke mesin untuk penggunaan militer.

Ketika perang berakhir Sunbeam berpindah tangan lagi menjadi bagian dari Birmingham Small Arms, lebih dikenal sebagai BSA. Sunbeam S7 tahun 1946 adalah paduan 487cc twin silinder vertikal. Mesin pertama yang dihasilkan memiliki getaran yang sangat buruk sehingga unit pertama ini harus ditarik kembali dari pasaran sampai ditambahkan penyangga mesin dengan karet ditambahkan.

Model berikutnya dirilis pada 1949 dan disebut De-Luxe, meskipun pada dasarnya semua yang berubah adalah warna dari seragam semua hitam untuk Mist Green. Ada perubahan kecil lainnya seperti penerapan tuas stang modern. Pada tahun yang sama S8 ini dirilis, mesin ini dilengkapi dengan A10 BSA (650cc twin) yang lebih gaya dan garpu roda sepeda yang memberikan tampilan sporty dan jauh lebih ramping. S7 dan S8 digunakan untuk militer sampai dengan tahun 1956 dan setelah itu produksi berhenti dan nama Sunbeam digunakan pada skuter.
Selengkapnya...

Rabu, 22 September 2010

Norton 500 tahun 1929

James Lansdown Norton mendirikan Perusahaan Norton pada tahun 1898 di wilayah kaya pabrik pembuat sepeda motor Birmingham dan memproduksi serta memasok suku cadang untuk pabrikan-pabrikan sepeda dan sepeda motor.
Norton mulai memproduksi sepeda motor pertamanya pada tahun 1902 dengan menggunakan mesin Clement dan Peugeot.

Sepeda motor Norton dianggap "ketinggalan jaman", masih menggunakan penggerak sabuk pada awal Perang Dunia Pertama namun segera memperbaiki teknologinya setelahnya dengan kopling, gearbox (kotak perseneling) dan penggerak rantai.
Norton mengalami kesuksesan besar di balapan termasuk menduduki sembilan tempat pada empat puluh besar pada Manx TT yang pertama pada tahun 1920 meskipun tak satupun dari Sembilan tempat memperoleh kemenangan.
Norton juga memperoleh kemenangan di Brooklands dan arena-arena balap lain di Eropa.
Norton dibeli oleh raksasa sepeda motor Associated Motor Cycles (AJS, Matchless, James dan Francis-Barnett) pada tahun 1953 setelah diketahui bahwa perusahaan tidak dapat bertahan secara finansial meskipun keberhasilan dari kerangka featherbed yang digunakan pada motor balap serta Dominator pada tahun 1952. Pengambil alihan ini bukan merupakan berita gembira bagi para penggemar Norton. AMC berada di tangan kurator pada tahun 1966.
Norton adalah satu-satunya merek sepeda motor di perusahaan tersebut yang menghasilkan uang pada saat itu. Pemilik yang baru menyebutnya Norton-Villiers perusahaan yang bereformasi.
Beberapa tahun berlalu hanya untuk mengalami kesulitan keuangan lagi.
Pada tahun 1973, Pemerintah Inggris mencoba untuk menyelamatkan industri sepeda motor dengan mendorong merger BSA/Triumph dan Norton-Villiers untuk mengembalikan dana agar usaha tetap bertahan. Perusahaan hasil dari merger terebut disebut Norton-Villiers-Triumph (NVT).
Penjelmaan dari Norton ini bubar pada tahun 1978 namun pemilik yang baru mempertahankan sepeda motor-sepeda motor bermesin building rotary selama 15 tahun kemudian dengan beberapa keberhasilan namun sedikit penjualan sampai pada akhirnya nama Norton sebagaimana kita tahu lambat-laun menghilang

Selengkapnya...

Selasa, 21 September 2010

BSA Gold Star

BSA Gold Star
Produsen : Birmingham Small Arms Company (BSA)
Pendahulunya : 1955 BSA Gold Star DB34
Penerus : BSA B50 1971
Kelas : Clubmans racer
Mesin : berpendingin udara ohv paduan 499 cc silinder tunggal
Transmisi : 4-speed gearbox dengan kopling basah multiplate
Wheelbase : 56 inci (1400 mm)
Tinggi : 30,5 inci (770 mm)
Berat : 170 kg

BSA Gold Star yang diproduksi pada tahun 1938-1963 merupakan sepeda motor dengan kapasitas silinder 350 cc dan 500 cc serta merupakan sepeda motor 4 tak (4 stroke ) yang memperoleh reputasi salah satu mesin tercepat dari tahun 1950-an.
Pada tahun 1937, Wal Handley L mengitari sirkuit Brooklands dengan kecepatan lebih dari 100 mph (160 km / h) menggunakan BSA Empire Star dan dianugerahi salah satu pin Bintang Emas (Gold Star ) dan ini merupakan awal inspirasi dari BSA untuk membuat BSA Gold Star. Yang pertama adalah model BSA Gold Star M24 yang memiliki paduan mesin 496 cc, sebuah paduan gearbox Elektron, dan kerangka tabung cahaya tanpa lugs samping mobil dimana model ini terus diproduksi sampai Perang Dunia I.
Setelah PD, model BSA Gold Star ini diproduksi dalam beberapa seri antara lain sbb :

1948 YB32
1949 ZB34
1953 BB34 dan BB32
1954 CB34 dan CB32
1955 DB34
1956 DBD34

Model yang paling terkenal adalah DBD34 500 cc yang diperkenalkan pada tahun 1956, dengan clip-on setang, paduan mesin bersirip, tangki krom, karburator 36 mm Amal. BSA DBD34 ini memiliki kecepatan maksimal 110 mph (177 km / jam). Seri / model ini terakhir diproduksi pada tahun 1963.
Selengkapnya...

Senin, 20 September 2010

Sejarah M20

Sejarah

BSA M20 adalah sepeda motor Inggris yang dibuat oleh Perusahaan Birmingham Small Arms (BSA) di pabrik mereka di Small Heath, Birmingham pada tahun 1936. M20 yang berkembang menjadi salah satu sepeda motor militer Inggris, serta menjadi jenis yang paling banyak diproduksi untuk Perang Dunia II dengan jumlah sekitar 126.000 dan masih begitu banyak yang digunakan di seluruh dunia pada saat ini.

Pengembangan

Pada awal pecahnya Perang Dunia II, BSA merupakan produsen terbesar yang memasok persenjataan untuk angkatan bersenjata. Dirancang oleh Val Page, BSA M20 memulai pengembangan pada tahun 1937 sebagai model sespan dibingkai dengan mesin 500cc sisi katup silinder tunggal yang sederhana. Itu kompresi rendah dan banyak torsi low end melalui gearbox BSA standar. M20 yang dibuat pada tahun 1939 merupakan standar sipil dengan penambahan perlengkapan militer, seperti lampu Lucas DUl42 (dilengkapi dengan masker keluar hitam), sebuah cover timing-gear dengan sekrup-in plug untuk akses ke drive magneto dan topi filler khusus bensin dan tangki minyak. Model-model M20 awal militer juga dilengkapi dengan prop berduri panjang berdiri di belakang nearside diputar dari lug sambungan brazing pada frame tabung belakang. BSA M20 ini diekspor model ke Swedia, Afrika Selatan dan India, serta dealer sipil dan distributor.

Pemboman Pabrik M20

Banyak pekerja BSA M20 tewas dalam serangan udara pada pabrik BSA di Gudang Senjata Road, Small Heath, Birmingham pada malam Selasa 19 November 1940. Pabrik itu salah satu target utama Luftwaffe dan di bom yang mengakibatkan ujung selatan bangunan BSA di Gudang Senjata Road hancur. Pada peristiwa tersebut 53 pekerja tewas, 89 luka-luka dan sebagian besar pabrik dan peralatan hancur atau rusak Walaupun demikian, BSA masih memiliki 67 pabrik sehingga pekerjaan dipindahkan di tempat lain dan produksi masih tetap berlanjut.

Modifikasi

Pada Oktober 1939 M20 dimodifikasi dengan menyertakan girder-garpu dan penghapusan dari spatbor belakang valanced. Selama tahun 1940 akhir, beberapa M20 spesifikasi sipil dibeli oleh Angkatan Bersenjata dengan skema cat model militer. Pada tahun 1941 plat nomor depan dan belakang telah dihapus dan antara tahun 1941 dan 1942 ditambahkan peredam tombol khusus terbuat dari bakelite (kemudian diganti dengan baja tekan). DU142 yang merupakan lampu utama diganti dengan yang lebih kecil dengan Lucas 6 DU42, dengan berkerudung, slotted perisai hitam-out, dan lampu L-WD-MCT1A. Kebanyakan sepeda motor BSA M20 digunakan oleh Angkatan Darat Inggris, tetapi Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Udara juga menggunakan M20 ini. M20 dirancang sebagai sepeda motor untuk keperluan umum, mengawal konvoi dan untuk pengiriman. BSA M20 adalah bentuk yang handal dan terjangkau pasca perang, sehingga BSA M20 ini dicat ulang model WD khaki hitam dan mereka menjadi sangat populer sebagai sepeda motor sespan.

BSA M20 112 MPH

M20 ini juga telah dikembangkan oleh spesialis untuk uji kecepatan. Sebuah BSA M20 pada tahun 1938 dikendarai oleh Bill Jenkins dari Dallas sanggup mencapai kecepatan tertinggi 108 mph di Bonneville Salt Flats dan menjadikannya M20 tercepat di dunia. Mesin sisi-katup asli dimodifikasi secara luas dan dilengkapi dengan asam nitrat. Port asupan dilatih di sudut curam ke blok sehingga karburator menunjuk pada bagian bawah katup intake.
Pada Oktober 1995 , sebuah M20 dengan sproket poros engkol BSA Gold Star dan berbahan bakar campuran Methanol 95% / 5% Aseton dikendarai oleh Pat Jeal mencapai kecepatan 112 mph di lapangan udara bekas dari RAF Elvington, Yorkshire
Selengkapnya...

Norton Commando 850 Mk III, Legenda Terakhir

Salah satu motor lawas yang melegenda adalah Norton Commando 850 Mk III. Terakhir diproduksi pada tahun 1974, motor ini tidak terkalahkan di era 70an. Menggendong mesin Twin 4tak segaris berkapasitas 828cc dengan four speed gearbox, membuat motor ini menjadi sejarah dalam sejarah industri motor Inggris.

Bila dibandingkan dengan motor Inggris lainnya pada waktu itu, Triumph Bonneville, mesin Mk III jauh lebih kuat. Mesin dengan sistem push rod 2 valves per cylinder ini tidak pernah kekurangan tenaga. Rasio kompresi 8.5:1 dan tenaga sebesar 58dk pada 5800rpm membuat kinerja mesin Mk III sempurna. Faktor ekonomispun rupanya juga diperhatikan, penggunaan karburator merk Amal membuat konsumsi bahan bakar cukup irit untuk ukuran mesin sebesar Mk III yaitu 60mpg. Mesin Mk III ini lebih soft dari varian sebelumnya. namun sanggup mencapai kecepatan 110mph dalam waktu 14 detik saja.
Sejarah Norton sendiri dimulai ketika Dennis Poore dari perusahaan Bronze Holdings membeli Associated Motor Cycles Limited (AMC), pembuat AJS dan Matchless, pada bulan September 1966. Sebelumnya Poore sudah memiliki perusahaan Villiers dan pada bulan Desember itu perusahaan baru terbentuk - Norton Villiers. Selain menjadi pengusaha yang handal, Poore juga sangat paham akan hal mekanikal. Dia pernah menjadi komandan saat perang RAF, sebagai pembalap Alfa Romeo dan memperoleh gelar master dalam bidang mesin dari King College, Cambridge. Dengan pengalaman seperti itu, menjadi modal bagi Poore untuk mempunyai visi kedepan tentang sebuah motor yang akan diproduksinya. Ia menginginkan sebuah disain motor up to date, keluar dari pakem yang sudah ada. Pada bulan Januari 1967 ia mengangkat Dr Stefan Bauer untuk mengepalai tim yang akan mengembangkan konsep sepeda motor yang akan memakai lencana Norton. Bauer mengembangkan konsep Norton pertama ini berbasiskan ide dari cara membuat pesawat terbang. Pada bulan September motor pertama Norton siap diluncurkan dengan mengambil moment London Motorcycle Show. Norton baru yang dengan bodi dicat perak dan kursi warna oranye ini merupakan salah satu model baru yang benar-benar membuat orang memalingkan kepala ketika melihatnya. Monthe

motorcycholic.com
Selengkapnya...

Sejarah Singkat BSA Motorcyles

The Birmingham Small Arms (BSA) merupakan perusahaan yang menghasilkan tidak hanya sekadar motor, pesawat, taksi, senjata dan banyak lagi. Tentu saja sepeda motor merupakan bagian besar dari kegiatan perusahaan dan tahun 1950-an mereka memproduksi lebih dari 75.000 sepeda.


BSA berdiri pada tahun 1863 dan divisi sepeda motor mulai berdiri pada tahun 1880. Sepeda bermesin pertama diluncurkan pada tahun 1905 dengan mesin Minerva kecil yang melekat padanya.

BSA memiliki reputasi baik untuk sepeda yang handal dan sukses tumbuh dengan diperkenalkannya S27 (juga dikenal sebagai model Sloper). Itu dihasilkan selama 10 tahun dan tersedia dalam 350cc, 500cc dan kemudian mesin 595cc. Sepanjang produksi sedikit diubah sehingga rancangan aslinya menjadi populer.

Selama perang dunia kedua BSA terkena serangan pasukan Jerman dan membuat mereka kesulitan berproduksi. Namun demikian, BSA terus memproduksi sepeda dan senjata dalam jumlah besar. Setelah Perang Dunia Kedua BSA adalah produsen terbesar sepeda motor di seluruh dunia.

Pada tahun 1937 Walter Handley mengendarai BSA dengan kecepatan diatas 100mph (160 k / jam) pada trek balap melengkung. Prestasi ini membuatnya mendapatkan sebuah bintang emas yang kemudian diadaptasi oleh BSA dalam model sepeda motor berikutnya bernama Gold Star. Gold Star menjadi roadster yang sangat populer dalam dunia balapan dan tetap diproduksi sampai tahun 1963.

Akhir 1950-an diperkenalkan model A7 (500cc) dan kemudian A10 (650cc). Berbagai jenis model A diproduksi dengan nama besar seperti Super Flash atau Road Rocket. Sebuah model yang sangat sederhana dalam tampilan,harga yang terjangkau pada jamannya, tidak boros serta dapat diandalkan merupakan alasan utama bagi mereka untuk tetap populer. Model A menjadi desain merek dagang dari BSA. Pada tahun 1962 mereka telah diganti dengan A50 (500cc) dan A65 (650cc).

BSA menghasilkan Rocket Three Triple 750cc yang dikembangkan dan diproduksi pada saat kondisi keuangan perusahaan sedang sulit. Karena kerugian yang cukup besar, akhirnya perusahaan BSA dibeli oleh perusahaan Triumph Norton Villiers dan terakhir memproduksi sepeda motor pada tahun 1973.
Selengkapnya...

Rabu, 15 September 2010

History of BSA Motorcycles

The Birmingham Small Arms Company (BSA) is a British based airgun and shotgun manufacturer and former manufacturer of military and sporting firearms, bicycles, motorcycles, cars, buses and bodies, steel, iron castings, machine and small tools, coal cleaning and handling plants, sintered metals and hard chrome process.
At its peak, BSA was the largest motorcycle producer in the world. Loss of sales and poor investments in new products in the motorcycle division, which included Triumph Motorcycles, led to problems for the whole group.

History

BSA was founded in June 1861 in the Gun Quarter, Birmingham in England by fourteen gunsmiths of the Birmingham Small Arms Trade Association who had supplied arms to the British government during the Crimean War, specifically to manufacture guns by machinery. The Government-owned ordnance factories had introduced machinery made in the USA into their factories on the outbreak of the Crimean War in 1854, which greatly increased output and reduced the reliance on skilled craftsmen in the production of military firearms. Thus the balance had moved against the Birmingham gunsmiths. BSA's resort to the use of machinery was rewarded in 1863 with an order for 20,000 Turkish infantry rifles. The management of the BSA Company was changed at an Extraordinary Meeting called on September 30, 1863 when the Company was changed from being run by a committee to that of an elected Board of Directors, Joseph Wilson, Samuel Buckley, Isaac Hollis, Charles Playfair, Charles Pryse, Sir John Ratcliffe, Edward Gem, and J.F. Swinburn under the chairmanship of John Dent Goodman . The military arms trade was precarious as Government orders quickly dried up once initial demand was met in order to keep their own ordnance factories employed. BSA did not receive its first War Office order for firearms until 1868 . The BSA company branched out into bicycle manufacture in 1869 as the gun trade declined, but the factory was closed for a year in 1879 through lack of work, in 1880 they manufactured the Otto Dicycle, in the 1880s the company began to manufacture bicycles on their own account and in 1905 the company's first experimental motorcycle was constructed. BSA sold its ammunition business to Nobel Interests forerunner of I.C.I. in 1897 . In 1906 Frank Dudley Docker was appointed a director of the Company. By the autumn of that year BSA were in some difficulty. They had purchased the Sparkbrook Royal Small Arms Factory from the War Office, and in return, the War Office undertook to give BSA a quarter of all orders for Lee-Enfield rifles, but the War Office did not adhere to their undertaking. In an effort to use the Sparkbrook factory, BSA established a motor-car department there, and the first prototype automobile was produced in 1907. The following year the company sold 150 automobiles. All was not well however, as an investigation committee reported to the BSA Board in 1909 about failures in the management and organisation of production. Dudley Docker was appointed deputy chairman of BSA in 1909 and he started merger talks with the Daimler Car Company of Coventry . In 1910 BSA purchased the British Daimler Company for its management expertise but under the terms of the merger Daimler was obliged to pay BSA an annual dividend of £100,000. This financial burden deprived Daimler of badly need cash to fund development forcing the Daimler company to borrow money from the Midland Bank. BSA had still not recovered financially from the earlier purchase of R.S.A. Sparkbrook . In 1912, BSA would be one of two automakers pioneering the use of all-steel bodies, joining Hupmobile in the U.S.9

First World War
During the First World War, the company returned to arms manufacture and greatly expanded its operations. BSA produced rifles, Lewis guns, shells, motorcycles and other vehicles for the war effort.

Inter-war years

1935 magazine advert for the BSA range of motorcycles and 3-wheeler cars
In 1920, they bought some of the assets of the Aircraft Manufacturing Company (Airco), which had built many important aircraft during the war but had become bankrupt due to the falloff in orders once hostilities ceased. BSA did not go into aviation; the chief designer Geoffrey de Havilland of Airco founded the de Havilland company.
In 1921 they produced and successfully marketed their first side-valve V-twin of 770cc. As well as the Daimler car range, BSA re-entered the car market under their own name in 1921 with a V-twin engined light car followed by four-cylinder models up to 1926 when the name was temporarily dropped. In 1929 a new range of 3 and 4 wheel cars appeared and production of these continued until 1936.
In the 1930s, the board of directors authorised expenditure on bringing their arms-making equipment back to use - it had been stored at company expense since the end of the Great War in the belief that BSA might again be called upon to perform its patriotic duty.
In 1931 the Lanchester Motor Company was acquired and production of their cars transferred to Daimler's Coventry works.

Second World War
By the Second World War, BSA had 67 factories and was well-positioned to meet the demand for guns and ammunition. BSA operations were also dispersed to other companies under licence. During the war it produced over a million Lee-Enfield rifles, Sten sub machine guns and half a million Browning machine guns. Wartime demands included motorcycle production. 126,000 BSA M20 motorcycles were supplied to the armed forces, from 1937 (and later until 1950) plus military bicycles including the folding paratrooper bicycle. At the same time, the Daimler concern was producing armoured cars.

Post-war
Sir Bernard Docker was chairman of BSA until 1956 with James Leek CBE Managing Director from 1939 until his retirement on ill health grounds in 1956, after which Jack Sangster became BSA Chairman Post-war, BSA continued to expand the range of metal goods it produced. The BSA Group bought Triumph Motorcycles in 1951, making them the largest producer of motorcycles in the world. The cycle and motor cycle interests of Ariel, Sunbeam and New Hudson were also acquired. Most of these had belonged to Sangster.
In 1960, Daimler was sold off to Jaguar. The BSA bicycle division, BSA Cycles Ltd., was sold to Raleigh in 1957. Bicycles bearing the BSA name are currently manufactured and distributed within India by TI Cycles of India.
The production of guns bearing the BSA name continued beyond the 1957 sale of the bicycle division, but in 1986 BSA Guns was liquidated, the assets bought and renamed BSA Guns (UK) Ltd. The company continues to make air rifles and shotguns, and is still based in Small Heath in Birmingham.(dari berbagai sumber)
to be continue..

Selengkapnya...

Senin, 13 September 2010

BSA A7

Development

Designed by Val Page, Herbert Parker and David Munro, the BSA A7 was the first of the BSA twin-cylinder motorcycles and was ready for launch in 1939, but the outbreak of World War II delayed the launch until September 1946 when hostilities ended. The very first A7 off the production line was flown to Paris for the first motorcycle show after the end of the war. There was huge demand for affordable transport after the war and the simplicity of the A7 twin was helped along by the slogan 'It's time YOU had a BSA!'

Engine

BSA A7 1948
The 495cc twin cylinder engine produced 26bhp and was capable of 85mph. A single camshaft behind the cylinders operated the valves via long pushrods passing through a tunnel in the cast iron block. This system needed a considerable number of studs and nuts to fasten down the cylinder head and rockerboxes, many of them deeply recessed and requiring well-made box spanners or the (then uncommon) sockets. As with other British motorcycles of the period, this kind of set-up regularly led to oil leaks. Most motorcycles of this period tensioned the primary chain by drawing or rotating the gearbox backwards on a hinge with threaded rods, this was known as pre-unit construction. The first A7 featured a fixed gearbox, bolted to the back of the crankcase, and an internal tensioner for the duplex primary chain.This gave it the appearance of unit construction and pioneered the system later used in unit-construction engines (e.g. BSA C12/C15, BSA B40, Triumph 3TA and on). However, in 1954 a re-design reverted to the older system. The electrics (as was universal for larger British motorcycles of the period) consisted of two independent systems, the very reliable and self-contained Lucas magneto, with a dynamo generator to charge the battery and provide lights. Carburation was a single Amal remote float Type 6 until 1955 when it was upgraded to a 376 Monobloc.

BSA A7 'Star Twin'
In October 1949 BSA also launched the Bert Hopwood designed 650cc twin cylinder BSA A10. Although resembling the A7 500cc twin, it had a revised engine design and a new A7 soon followed, based on the A10 - in response to competition from the Triumph Tiger 100. Launched as the BSA Star Twin the new model featured twin carburettors and increased compression ratio. It also had the latest design of cylinder head with austenitic steel inlet and exhaust valves. The uprated engine was fitted to a plunger frame and finished extra chrome. Both models were produced with an option of rigid or plunger frames until 1954 and the introduction of a pivoted fork frame. The new frame also led to a separate gearbox to replace the bolted on version.

BSA A7 'Shooting Star'
In 1954 the Star Twin was redesignated the Shooting Star with a new swinging arm frame and the engine further developed by reducing the stroke to 72.6mm and increasing the bore to 66mm, giving a slight increase in capacity to 497cc.By the end of production in 1961 the BSA Shooting Star was the culmination of the development of the BSA A7, with a deep bottle green colour scheme with light green tank, mudguards and side panels, it had an alloy cylinder head, a duplex cradle frame with swinging arm rear suspension, full-width light alloy hubs and 8-inch drum brakes. Engine compression was upgraded from 6.6:1 to 7:1 and power was up to 30 bhp at 5800rpm, with a top speed of just under 90 mph.

Maudes Trophy
In 1952 three BSA A7's were entered for the Maudes Trophy and the International Six Days Trial, achieving 4,500 miles without problems and confirming the reliability of the design. All three bikes were randomly selected from the production line, picked up Gold medals and earned BSA the Team award as well as the Trophy. The three bikes were ridden by Brian Martin, Fred Rist and Norman Vanhouse. From Birmingham the team rode to Vienna then on through Germany, Denmark, Sweden and Norway before returning safely and with a clean sheet to Birmingham.

American speed record
Also in 1952 American BSA dealer Hap Alzina prepared a BSA Star Twin for an attempt on the American Class C speed record for standard catalogue motorcycles. The rules prevented major modification but Alzina was allowed to use 80 octane fuel, which together with a compression ratio of 8 to 1 enabled rider Gene Thiessen to achieve a two way record speed of 123.69 mph.

from wikipedia.com

Selengkapnya...

Senin, 06 September 2010

Melirik Penggemar Moror Antik di Sragen


SMART – Motor Antik, siapa yang tak suka..? Semakin tua semakin menarik. Semakin langka semakin diburu. Semakin tua, semakin langka dan semakin orisinil akan semakin mahal harganya. Bagi penghobi motor tua, uang seberapa pun tak sayang dikeluarkan demi untuk memenuhi kepuasan memiliki motor tua. Demikian dikatakan oleh salah satu penggemar motor antique, Taat Setiya Boedhy, yang juga Ketua MACI Cabang Sragen.

Baginya, memiliki motor tua merupakan kepuasan bathin. Dirumahnya telah terpajang dua buah motor tua yang terlihat gagah dan sangat menarik perhatian siapapun yang melihatnya. Beragam aksesoris menghiasi bagian demi bagian kendaraan berumur tua itu, yang melengkapinya hingga terlihat gagah perkasa.

Yang menarik dari hobi ini ternyata tidak sekedar ajang gaul dengan tongkrongannya tapi juga menjadi ajang kumpul yang diorganisir dengan baik. Motor Antik Club Indonesia (MACI) Cabang Sragen, begitu wadah yang menaungi penghobi barang mahal ini. Penggemar yang telah menjadi anggota terdiri dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari PNS, pegawai swasta, pengusaha dan lain-lain.

Menurut Ketua MACI Cabang Sragen ini, motor antik cukup diminati oleh warga Sragen. Sejak diresmikan tahun 1994 silam, tak kurang 35 orang telah menjadi anggota setianya. Masing-masing anggota mempunyai motor tua satu hingga 2 buah.

Dulu, ketika para anggota MACI Sragen ini rata-rata masih bujangan, sejumlah lokasi strategis dipusat kota sering kali dijadikan arena berkumpul. Meskipun terkesan santai, namun para anggota motor antik sangat menjunjung persaudaraan sesama penggemar motor antik. Apalagi yang satu organisasi.

Setelah anggotanya satu demi satu meninggalkan masa lajangnya, acara kumpul-kumpul di sudut-sudut kota mulai ditinggalkan dan diganti dengan pertemuan rutin dalam bentuk arisan secara bergantian dari satu rumah ke rumah anggota lainnya. “Hal ini tidak lain untuk lebih mepererat persaudaraan dan menjalin tali silaturahmi” jelas Taat.

Dicontohkannya bila ada salah seorang anggota yang ditimpa musibah, maka anggota lainnya akan berpartisipasi untuk hadir beramai-ramai menjenguk maupun memberikan bantuan yang bersifat moril dan materil. Ikatan seperti itu sudah tertanam di diri masing-masing anggota sejak mulai bergabung.

Touring acapkali dilakukan, meski sekarang tidak sesering dulu. Biasanya dilakukan bila bersamaan dengan penyelenggaraan acara-acara Rakerda, Rakernas atau Jambore. Biasanya semua anggota yang akan hadir ke acara tersebut, transportasi yang digunakan untuk menuju kota jambore atau rakernas yang dituju dengan menggunakan motor antiknya masing-masing. Selama melakukan turing inilah, lanjut Taat, akan terbentuk perasaan setia kawan sesama anggota. Bila ada satu motor yang rusak akan diperbaiki secara bersama-sama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul.

Bila telah masuk dalam komunitas ini, persoalan motor antik yang rusak atau butuh onderdil bukan merupakan masalah yang susah. Masing-masing anggota biasanya telah mahir dalam soal utak utik mesin tua. Meski begitu, sesama anggota biasanya saling membantu untuk mencarikan bila ada onderdil yang susah dicari. Bahkan jaringan relasinya telah meluas hingga ke seluruh pelosok anggota MACI diseluruh Indonesia. Menurut Taat, bila ingin motor antiknya awet, ya harus diperlakukan seperti orang yang disayangi. Misalnya, oli yang digunakan harus oli yang bagus, begitu pula bahan bakarnya. (N. Hart – Humas)
Selengkapnya...

Minggu, 05 September 2010

Inilah Sepeda Motor Jenazah Pertama Dunia


Daputta Online -MOBIL JENAZAH? siapapun pernah melihatnya, tapi sepeda motor jenazah? Ini baru Berita dan ini berita baru. Sepeda motor jenazah ini dibuat di Auckland, Selandia Baru oleh seorang insinyur otomotif.

Motor ini mampu mengangkut bobot hingga 200kg pada bagian ‘perut’nya. Dengan menekan sebuah tombol, sistem hidrolis yang cukup rumit akan menggerakkan dudukan peti jenazah agar berayun ke samping untuk memberikan kepada para pengusung jenazah melakukan tugasnya. Untuk menangani motor ini sendiri, dibutuhkan dua pengendara.

Sepeda motor jenazah ini menggunakan mesin Harley-Davidson berkapasitas 1.350cc, dan pencipta motor jenazah ini, Mike Price mengatakan bahwa ia awalnya ingin bermitra dengan Harley pada proyek tersebut. Pihak dari Harley malah menginginkan Price untuk menandatangani kontrak jangka panjang bahkan sebelum mereka melihat desainnya.

Terlepas dari keunikan itu semua, pertanyaannya sekarang adalah, siapa ya yang pertama kali akan menggunakan jasa pengantaran jenazah menggunakan sepeda motor ciptaan Mike Price ini? [*] MI/DPT
Selengkapnya...

Laku! Sepeda Motor Pertama Buatan Jerman Dilelang Rp. 1,1 Miliar


Dapunta Online – SEPEDA MOTOR pertama yang dinamai ‘motorcycle’ atau Motorrad buatan Jerman, yang dilengkapi mesin produksi pertama 1894, baru-baru ini muncul di balai lelang Bonhams, dan ikut berpartisipasi di The International Classsic Motorcycle Show.

Sebelum dilelang, sepeda motor karya kolaborasi dua orang insinyur, yakni Heinrich dan Wilhelm Hildebrand, berada di Amerika Serikat, milik keluarga vendor pada awal 1930-an. Terakhir sepeda motor itu sudah dapat berjalan seperti semula, tanpa terlihat adanya kerusakan keaslian (originalitasnya).

Pada lelang tersebut, masyarakat Jerman dapat menghela nafas, karena barang antik yang sangat berharga itu dibeli oleh kolektor yang juga berasal Jerman. Dia rela menjadi pembayar tertinggi Rp1,1 miliar lebih (86.200 pound sterling), untuk menyelamatkan aset Jerman tersebut.

Dalam sejarahnya, sepeda motor (Motorad) tersebut diproduksi pada 1894 yang dibiayai oleh Alois Wolfmuller. Motor itu dipasang sistem pendinginan air (water cooled), dan kerangkanya menggunakan pipa tubular.

Karya lain dari Hildebrand dan Wolfmuller di antaranya membuat mesin 1.489 cc 4-tak, dua silinder dengan tenaga 2,5 HP pada 240 rpm. Bobot dapaur pacu 50 kg dan mempunyai kecepatan maksimum 45 km/jam.

Berbagai museum di dunia juga menyimpan produk Hildebrand dan Wolfmuller. Seperti museum NSU di Jerman, Science Museum di London, Henry Ford di Detroit, Michigan, Well Auto Museum di Wells, Maine dan terakhir di Museum Lalu Lintas di Surabaya, Jawa Timur. [*] DPT
Selengkapnya...

Eksport motor antik Kategori Pelanggaran

Ini Benda yang
dilindungi.Dilarang dijual hanya untuk kepentingan bisnis semata. Motor itu
punya nilai sejarah, teknologinya ‘gak lagi dimiliki lagi negara pembuatnya.
Motor antik masuk benda cagar budaya, sehingga wajib dilindungi.

Undang – Undang Republik Indonesia (UU RI) No.5 tahun 1992[/b[b]], tentang cagar
budaya, pasal 1.Yang dimaksud Cagar Budaya adalah Benda buatan manusia, bergerak
atau tidak bergerak, yang berumur minimal 50 tahun. Dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Dengan dasar UU itu, motor
antik masuk kategori dilindungi. Tidak di ijinkan di eksport!

Gimana kalo ada yang melanggar ? Ini jelas Di pasal 15, ayat 2, butir f. Isinya:
dilarang memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar
budaya. Hukum yang dijatuhkan jika melanggar pasal di atas, pelaku wajib
mengembalikan ke tempat asal atas beban biaya orang yang membawa atau
memindahkannya.

Aturan yang mesti dilakukan misalnya, penetapan jumlah unit yang di eksport,
kepentingan eksportnya, sampai status kepemilikan barang dan izin Departemen
Pariwisata, sekarang Departemen Seni dan Budaya (DEPARSENBUD).
Selengkapnya...

Menjual Motor Antik Lebih Mudah Dibanding Mendapatkannya


Usia BMW seri R26 ini boleh saja menua, namun motor kuno warna hitam solid tersebut belum layak pensiun sebagai tunggangan kesayangan. Motor bikinan Jerman produksi 1955 tampil masih gagah. Koleksi Yahya Noor, pengusaha asal Klaten, Jateng ini masih dalam kondisi prima. Cat orisinil 90 persen, dan kondisi mesin mantap. Kendaraan dengan sistem penggerak gardan ini masih nyaman, terasa mendud-mendud dikendarai.

BMW R26 tersebut merupakan salah satu dari enam motor jadul (zaman dulu) milik kolektor motor ini. Lainnya BMB seri R27 produk tahun 1961. BSA seri B13 (1953), Harley Davidson (1948), Tarono bikinan Hongaria (1962), dan Yamaha 400 CC (1978). "Saya menyukai motor jadul, karena unsur klasik, antik, dan kuno. Coba bayangkan, motor yang dibuat lebih dari setengah abad lalu itu, masih layak dikendarai sampai ratusan kilometer. Nyaman, dan tidak mogok," paparnya.
Dalang kondang Ki Manteb Soedarsono, juga merupakan pecandu motor antik. Di rumahnya, di Colomadu, Karanganyar, berderet motor antik, seperti jenis MZ Veb Motorra Warkzschpau. Motor bikinan Jerman 1969 bernomor AD 3000 YE ini masih memilik STNK dan BPKB. Motor antik lainnyaadalah BSA, BMW, dan Honda Phantom Custum.

Menurut Yahya Noor, ia masih terus akan memburu motor-motor antik. "Menjual lebih gampang katimbang mencari," paparnya. Disebutkan, motor antik, kalau sudah di tangan kolektor, akan susah dilepas apalagi pemiliknya orang berduit. "Bila perlu kita mau memburu barang rongsokan, lalu diperbaiki."

Mengenai perawatannya, ia mengatakan, tidak begitu sulit. Motor kuno semua menggunakan sistem manual, bukan elektrik yang lebih njlimet. Apalagi sekarang banyak mekanik bengkel yang memahami betul mengenai mesin motor antik. "Jadi tidak begitu sulit."

Namun, lanjutnya, mengendarai motor kuno tidak seperti kita memacu motor baru buatan Jepang. Penungggangnya harus sabar. Untuk menghidupkan dan memanaskan mesinnya saja "butuh waktu lama, seperti pada motor Hullsman, BMW, Ariel, dan Norton (Jerman). Motor kuno jenis BSA Seklep, British Bike Matchess (Inggris), Tanomo (Hongaria) MZ, dan NZO (Rusia), juga memerlukan waktu sekitar 15 menit untuk memanaskan mesinnya sebelum dikendarai.

Informasi mengenai pasar motor kuno, kata dia, biasanya berkembang dari komunitas pencinta kendaraan roda dua, seperti asosiasi klub, Gerombolan Motor Kuno (Germo), dan Old Motorcycle Asociation (OMA). OMA merupakan tempat berkumpulnya para penggemar motor tua, khususnya motor di bawah tahun 70-an. "Mereka saling berkomunikasi lewat website," ujar Yahya.

Yahya mengaku bangga sebagai penggemar motor tua karena lewat kegiatan ini, ia dan rekan-rekannya bisa melestarikan barang-barang langka bernilai tinggi. "Ini sekaligus sebagai museum berjalan. Bisa dibayangkan, kalau mereka melakukan kegiatan touring, sama artinya pameran motor bekas perang bikinan Jerman (BMW), Prancis (Barnet), dan Inggris (BSA)," paparnya.

Koleksi 300 motor tua

David Sunar Handoko, juga penggila motor tua. Pengusaha diler motor Honda di Yogyakarta ini mengoleksi sekitar 300 motor tua dari berbagai merek, dan 90 motor Harley Davidson (HD). Dari sekian banyak koleksi itu, Sunar mengaku paling menyukai HD tipe Knucklehead 1936-1948, berkapasitas 1.200 CC dan 1.000 CC yang diperolehnya langsung dari Amerika Serikat dan Jerman.

Ia mengaku sangat selektif dalam mengoleksi motor kuno. Namun, meski telah mempunyai banyak, pria ini masih tetap saja memburu motor-motor antik, apalagi jenis dan merek yang belum ia miliki. Sebaliknya, David masih enggan melepasmotornya meskipun sudah banyak yang mengincarnya.

Menurutnya, motor-motor koleksinya bisa saja dinikmati oleh masyarakat, kalau memang diperlukan. Ia juga berharap Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta mau mempromosikan tempat penyimpanan motor tuanya sebagai lokasi wisata alternatif.

Disebutkan, mengoleksi motor kuno, seperti memiliki ikatan bathin. Karena itu tidak heran jika para penggemar enggan melepas tunggangan meski ditawar dengan harga tinggi. Pemilik dengan sepenuh hati merawatnya, kendati harus merogoh kantong lebih dalam. "Ini kepuasan yang tak ternilai harganya," kata David. ed khoirul a
* Otomotif
* Republika

Selengkapnya...

Kamis, 02 September 2010

Motor Antik Yang Banyak Dilirik


Buat kaum pria motor itu tidak sekedar hanya kendaraan, tapi juga buat bergaya. Tidak percaya nih.. Nah lihat yuk tongkrongan para pecinta motor klasik yang memang layak diliput ini.

ebagaimana barang produksi masa lalu, motor antik pun punya penggemar tersendiri. Itu bisa dilihat misalnya dalam sejumlah pameran mobil klasik di Jakarta beberapa waktu lalu, yang turut menghadirkan sejumlah motor klasik.

Di Indonesia, motor antik yang beredar hingga saat ini, ada yang diproduksi mulai tahun 1930 an hingga era retro tahun 1980-an. Nah.. umumnya para pecinta motor antik berkumpul membentuk club ! Salah satu komunitas yang cukup besar adalah Brotherhood, yang berpusat di Bandung, Jawa Barat.

Komunitas Brotherhood mengkhususkan diri pada sepeda motor buatan Amerika dan Eropa, produksi sebelum tahun 1960 an. Selain langka alias sudah tidak diproduksi lagi, tiap motor klasik pastinya punya sejarah masing - masing. Seperti motor BSA ini misalnya, yang masuk ke Indonesia tahun 1945-an, saat sekutu memulai operasi militernya disini.

BSA singkatan dari The Birmingham Small Arms itu, diproduksi pabrik yang khusus membuat keperluan aneka peralatan kecil tentara. Dinegara asalnya Inggris, pabrik kendaraan roda dua dengan sistem besar ini sudah terbakar tahun 1972 dan tidak dibikin lagi.

Karena banyak yang sudah tidak diproduksi lagi, tidak gampang untuk mendapatkan suku cadang motor-motor yang sudah tergolong klasik itu. Nah... disinilah untungnya gabung dengan club atau komunitas motor ! Antara mereka bisa saling tukar informasi dan tips tentang perawatan dan suku cadang.

Dari hobby terciptalah jalinan persaudaraan antar sesama pemilik sepeda motor antik. Biasanya mereka pun lalu berkendara bersama. Seperti yang diakui Wawan, yang mempunyai motor BSA tahun 1948 dan Chris Harson pemilik Harley Davidson tahun 1957, ada kebanggaan tersendiri naik motor tua tersebut.

Keuntungan lain bergabung dalam sebuah komunitas macam ini adalah soal dokumen kepemilikan kendaraan.

Paling tidak ada surat jalan kolektif dari kepolisian. Maklum namanya juga motor tua, kebanyakan sudah tidak ada dokumennya lagi. Entah itu karena tercecer saat Perang Dunia ke II dulu, ataupun akibat bencana alam. Namun ada yang jadi keresahan para penggemarnya terkait keberadaan motor tua sebagai salah satu asset sejarah, yang luput dari perhatian pemerintah.

Banyak motor tua ditanah air yang kemudian yang hijrah keluar negeri, akibat diburu para kolektor mancanegara. Kalau dilestarikan, padahal motor-motor tua itu bisa menjadi potensi pariwisata juga lho. Turis mancanegara tentu akan terkaget - kaget kalau tahu motor buatan negara mereka yang dikampung halamannya sendiri mungkin sudah punah,- tapi ada di Indonesia masih terawat baik. (Dv/Ijs)
indosiar.com
Selengkapnya...

Rabu, 01 September 2010

Memorable Motorcycle BSA B.40 350



It must be something to do with age. When I was a young man, I was so much more tolerant of incompetence. If politicians made huge mistakes - and British politicians were world class in the 1970s when it came to ineptitude - I shrugged my shoulders, smiled weakly - and went racing.
When another new regulation was brought launched in an attempt to ruin my life, (take a bow Ralph Nader) I shrugged my shoulders, smiled weakly - and went racing.

It must be something to do with age. When I was a young man, I was so much more tolerant of incompetence. If politicians made huge mistakes - and British politicians were world class in the 1970s when it came to ineptitude - I shrugged my shoulders, smiled weakly - and went racing.
When another new regulation was brought launched in an attempt to ruin my life, (take a bow Ralph Nader) I shrugged my shoulders, smiled weakly - and went racing.

If airlines lost my bags what could I do? I still had my helmet as hand luggage so I borrowed a set of leathers and yes, you’ve guessed, stayed sane by going racing.

Now, perhaps because I race much less frequently, my intolerance is growing: with fruitcake politicians who invade countries because God gives them instructions so to do; with faceless bureaucrats who want to regulate us into mindless acquiescence; with incompetent airlines who put profit before customers - and with the latest crop of young journalists writing about classic bikes.

Take the BSA B.40 featured in this story for example. I’ve just read a story written by a barely post-fetal journalist singing paeans of praise to a similar machine, as if it were a cross between Valentino Rossi’s current MotoGP bike and Agostini’s 1967 World Championship winning MV “3”.

The truth is that the B.40 was, and is, a dull, poorly engineered, lackluster machine. The fact that it might be a beautifully restored, lovingly maintained and 45 years old does not alter the evidence. The bike was a disgrace to what, at the time, was one of the world’s leading motorcycle manufacturers.

So, let’s have a look at the truth regarding BSA’s middleweight flagship. First, it is important to remember that cost cutting was the golden key at BSA. Forget quality of product, or long term investment, the shareholders wanted immediate profit and not long term stability. Does that ring any bells with General Motors’ current crisis?

In 1958, BSA had launched the all new 250cc C.15 model. In truth, it wasn’t a bad little bike by the fairly low standards of the day. Its four-speed, push-rod engine was cheap to make and riders of the day were content with a non-destructive cruising speed of 50 mph and the potential of maybe 70 mph if you were desperately keen.

Just as important was that sensible riders - and C.15 owners were invariably sensible - could coax 80 miles, or even more, from every gallon of gas. This meant that a week’s commuting to the factory where you worked, plus a trip to the canal for a Sunday fishing trip, could be achieved for a couple of dollars a week. The 1950s were simple times and C.15 owners had simple needs.

That the C.15 didn’t handle particularly well, nor did it stop or have lights which were anything better than the lumen output of an arthritic glow-worm mattered little. The C.15 was made by the mighty BSA and was one of the best 250s available.

Now move on just a single year and the landscape is changing so very, very rapidly. “Pops” Honda brought his team to the Isle of Man TT in 1959 and the won the team prize at the first attempt. By 1961 the young Mike Hailwood had provided Honda with its first TT win riding a double overhead cam, twin-cylinder, 125cc machine which revved to 13,000.

So, in the same year that Hailwood screamed Honda’s technical masterpiece round the TT course, BSA’s reaction to the wave of fresh, innovative Japanese engineering was typical. Spread the butter a little more thinly on the bread and cut costs.

So, the C.15 was bored out from 67mm to 79mm and the 343cc B.40 was launched, now boasting a yawn inducing 20 hp at 7,000 rpm. Inevitably, as a cost saving measure, the gearbox and clutch, which was already fragile on the 250, was retained. The bottom half of the engine was also incapable of taking full power usage so BSA’s fix was to reduce the compression ratio to near side-valve levels of 7:1.

Whilst the Japanese were busily introducing neat, light twin-leading shoe brakes on their bikes BSA stuck the dull, inefficient, cast iron, single leading anchors on the B.40.

The suspension was equally basic with only compression damping on the front forks and no adjustment whatsoever on the rear shocks. Hey, save a few cents and damn the customer!

In fact, the styling of the B.40 told the whole story. The bike looked like the overweight, conservatively dressed, near pensioner that it was. It was ridden by dull, careful, devoted BSA customers who were way out of step with what we, as “The Beatles” generation, wanted from a bike.

The B.40 was saved from death by a thousand boring cuts by a huge military order. What the armed forces wanted was a dull, plodding workhorse which could be ridden by the most incompetent squaddie without killing himself. In this role, an up-rated B.40 did rather well - and made a ton of money for BSA.

Now here’s the sting in the story. Take a beautifully restored BSA out for a gentle ride through the summer scented English country lanes and it really is a magical experience. Duff, duff, duff, duffing along at 50 mph, the B.40 is very unstressed. There is ample time to stop gently, so the incompetent BSA brakes are never challenged and who is going to be so unreasonable as to hurl a 48-year-old bike through corners? Only a motorcycling philistine.

Which brings us back to the start of this polemic. Stick a baby journalist on a B.40 made 25 years before he was born and you will, almost inevitably, get a rose tinted report. So, a round of applause to Motorcycle USA’s management for publishing classic bike stories which tell the truth - in all its gory detail!

Frank Melling
Contributing Editor

Selengkapnya...